Sekilas Pencerahan Ruhani

Sekilas Pencerahan Ruhani
Oleh : Maulana Syekh Muhammad Ali Hanafiah
Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia

Tuhan menyatakan bahwa Diri-Nya amat dekat dengan kita. “Sesungguhnya Aku amatlah dekat,” (QS Al Baqarah : 186). Tidak ada jarak antara Tuhan dengan hamba-Nya. Namun kita sendiri yang sering membuat jarak antara Tuhan dengan hamba-Nya. Kita jarang menghayati makna di balik kedekatan itu. Siang dan malam kita selalu beribadah kepada-Nya, tetapi apakah dengan begitu berarti kita sudah dekat dan mengenal-Nya ?
Di dalam diri manusia, Allah Swt, telah meletakkan rasa dan perasaan sebagai modal untuk menikmati hidup dan kehidupan. Ada tiga macam rasa dalam diri manusia, yaitu rasa jasmani, rasa ruhani, dan rasa nurani. Di antara tiga macam rasa tersebut, rasa nurani merupakan satelit yang bisa menangkap sinyal-sinyal keberadaan Tuhan.
Dalam dunia tasawuf, rasa nurani menjadi media yang sangat penting untuk dekat kepada Allah Swt. Dengan rasa nurani manusia dapat menghadirkan Tuhan dalam diri mereka.
Sebagaimana Allah memberitahukan dengan sangat gamblang melalui kalam sirriyah-Nya:
Wahai hamba-Ku:
Bila engkau ingin merasakan manisnya gula,
janganlah hanya dipandang, namun cobalah engkau rasakan.
Apabila engkau ingin mengetahui kenikmatan bertemu dengan-Ku,
maka rasakan Aku ada dalam gerakmu dan rasakan Aku menyertaimu (ihsan).
Gula di ujung lidahmu saja dapat engkau rasakan,
maka tidak mustahil jika engkau dapat merasakan-Ku,
karena Aku lebih dekat dari lidahmu sendiri,
dan karena Aku-lah engkau dapat menikmati segala rasa beserta kenikmatannya. *)
Untuk merasakan keberadaan Tuhan yang amat dekat membutuhkan rasa nurani, tapi tidak menjadikan rasa itu sebagai tujuan pandangan mata hati. Karena hal itu akan membuat kita terjebak dalam lingkaran rasa, sehingga seorang sufi yang seharusnya menjadikan rasa untuk menyaksikan kedekatan Tuhannya, tetapi ia jadikan rasa dekat tersebut sebagai tujuan untuk menyatakan bersatunya antara hamba dengan Tuhan. Inilah awal terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di antara para sufi.
Memang dapat diakui dengan “rasa” Zat Tuhan akan dapat dikenal lebih dekat. Namun bukan berarti dengan rasa itu pula kita dapat dinyatakan sebagai makhluk yang bisa bersatu dengan Tuhannya. Karena peranan rasa hanyalah sebagai puncak daripada dataran tertinggi yang terdapat dalam hati manusia, sehingga si hamba dapat lebih jelas memandang dan menyaksikan kedekatan Khaliq yang benar-benar tiada jarak dan perantara sedikitpun. Dengan tidak melupakan kesadarannya sebagai hamba dan budak dihadapan-Nya.
Allah mengajarkan kepada kita melalui kalam sirriyah-Nya :
Wahai Hamba-Ku:
Dekatnya Aku bagimu tiada lagi bisa dikatakan dekat,
dan jarak-Ku bagimu tiada lagi bisa dikatakan berjarak,
karena sesungguhnya Aku tidak dekat dan tidaklah pula di umpamakan jauh,
namun cukuplah Aku-lah yang ada dalam keberadaanmu
ketika dekat dan jauh itu Aku. *)

*) INILAH AKU: Hidangan Nurani Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah (Ahmad Rahman, Ed., Rabbani Press, Jakarta, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar