Kolom Tafakur: Nafsu dan Hak


Nafsu dan Hak

Bersama : Tuangku Syaikh Muhammad Ali hanafiah
                        ( Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia - Jakarta )


            Dunia begitu cantik dengan tatapan mata, manis dengan sentuhan lidah serta wangi dengan ciuman hidung si hamba. Panggilan dunia menjadi nada-nada yang membuai jiwa, hingga pergantian siang dan malam tak terhitung lagi. Semua yang disuguhi dunia begitu nikmat dan serasa nyata, menghilangkan kecurigaan hati terhadap racun yang dikandungnya. 

            Saudaraku, mencari bukanlah berarti untuk memiliki, walau ia sudah ditangan, karena perbedaan nafsu dan hak terletak diantara mencari dan memiliki. Hamba diberikan nafsu oleh Allah SWT untuk ia dapat berkeinginan dan berusaha untuk mencari apa yang dibutuhkan, namun jika sesuatu yang dicarinya telah berada digenggamannya, maka ia mesti memposisikan sesuatu tersebut sebagai barang pinjaman atau titipan Allah SWT.

            Ego dan kesombongan manusia tidak akan muncul, kecuali bila ia merasa apa yang dicari dan yang di cita-citai telah menjadi,” miliknya,”. Nafsu yang semula menjadi hewan tunggangan, berubah menjadi penunggang jiwanya. Oleh sebab itu Hak bukanlah,” sertifikat hak milik,” hamba terhadap sesuatu, namun sebatas,” sertifikat hak guna,” sebagai senjata ampuh untuk mencegah intervensi nafsu melalui,” rasa memiliki,”.

Saudaraku, rasa kepemilikan terhadap sesuatu yang ditangan, ibarat bom waktu yang mempunyai daya ledak untuk menghancurkan qalbu hingga berkeping-keping  dan tentunya sangat menyakitkan. Betapa tidak, jika seseorang yang hidupnya dipenuhi rasa kepemilikan terhadap segala sesuatu yang didapatinya, kelak mesti siap kehilangan sesuatu tersebut satu persatu, hingga mungkin akan lebih menyakitkan diri untuk memilikinya daripada tidak sama sekali.

Saudaraku, ,”Hak,” adalah,” kepemilikan,” untuk digunakan, bukan kepemilikan yang sebenarnya. Sebab, hanya orang-orang yang hidup dengan rasa dipinjami dan dititipi akan berjiwa amanah, sedangkan orang yang merasa,” memiliki,” lebih banyak lalai, bahkan melecehkan apa yang telah digenggamannya. 

Saudaraku, seharusnya Nafsu berperan untuk menciptakan langkah-langkah di dunia untuk mencari, sedangkan Hak adalah pengaman hati bila sesuatu tersebut ditemui, dan ingatlah Hak yang benar melahirkan perasaan diberi, dititipi sehingga menerbitkan sifat amanah. Yakinlah, Cukup hanya Zat Allah SWT yang berhak atas segala sesuatu yang ,”berhak,” di dunia ini.

Ya Allah…ya Rabbi.., jangan biarkan diri kami terlantar menjadi maling-maling atas hakMu dari segala kepemilikan dunia ini, dan hidupilah hati kami dengan nafas-nafas yang sadari akan segala pemberianMu, agar kami tetap berjalan lurus menuju ridhaMu, serta tertarik hanya memilikiMu saja agar hati ini tetap utuh di hadapanMu….Ya Allah duhai kekasih yang Maha Tinggi….

Kolom Tafakur: Terbangun dalam Bermimpi


Terbangun dalam Bermimpi

Bersama : Tuangku Syaikh Muhammad Ali hanafiah
                                  ( Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia )


            Setiap hamba di dunia akan mengakui segala keterbatasan dan kelemahan dirinya, paling tidak jika ia telah bertemu jalan “buntu” dunia ini. Segala sesuatu yang dibanggakannya tidak berkutik lagi ketika berhadapan dengan dinding takdir, dan segala yang diburu karena “nilai dan harga” akan menjadi barang rongsokan yang tidak menggigit lagi. Begitu mudah bagi Allah SWT untuk mempertontonkan kebesaranNya, hingga sesuatu yang didewakan, dalam hitungan menit menjadi barang tak ada arti.

            Saudaraku, bagi Allah SWT hanyalah kita sesuatu yang berharga dihadapanNya, bahkan segala sesuatu yang diciptakan merupakan fasilitas  kenyamanan  untuk kita dalam kehidupan ini. Tidak sebutir debupun yang Allah SWT ciptakan yang tidak bermanfaat bagi kita, dan tidak satupun ciptaanNya menjadi sia-sia tak ada manfaat bagi manusia.

            Suatu hal aneh sebenarnya, bila kita mau berfikir, kenapa matahari sebegitu besar berada pada posisi dan jaraknya yang tepat untuk menerangi bumi. Dan mengapa bumi yang hanya satu diantara jutaan bintang, yang memiliki komposisi tepat untuk dapat dihuni makhluk hidup, hingga udaranya pun memiliki kadar oksigen yang tepat untuk dihirup. Begitu rapi dan indah kerja “ tanganNya”.

            Saudaraku, semua yang ada, semua yang duduk pada posisinya dan semua yang bergerak pada garisnya masing-masing, hanya memiliki pada satu tujuan, seakan-akan dari partikel-partikel yang terkecil hingga matahari yang terbesar tertuju “matanya” kepada satu makhluk, yakni kita.

            Saudaraku, Kita adalah destinasi bagi alam semesta ini, dan Allah SWT merupakan destinasi diri kita, segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Tidakkah hidup, mati dan ibadah kita untuk Allah SWT, namun bukan berarti Allah SWT butuh eksistensi hambaNya, malah sebaliknya hamba selalu butuh Allah SWT, hingga ia haus untuk merasakan eksistensi Allah, walau hanya dalam rasa. Karena kepuasan hati tak akan pernah ada bila tak bersentuhan dengan Tuhannya. Dan jika kepuasan hati hilang dari dada si hamba, maka bersiaplah ia terbangun daripada dunia ini, lalu menjalani kenyataan yang lebih buruk dari segala mimpi terburuknya. 

            Saudaraku, waktu serta perangkat dunia yang Allah SWT sediakan, bukan alat pijat pelepas lelah atau mainan untuk membuai jiwa kita, tapi hadir sebagai perangkat atau program latihan diri, menempa hati dan jiwa menjadi “dewasa” di hadapan Allah SWT. Berfikir tidak sebatas materi, tapi jauh menjangkau waktu dan ruang, serta hidupkan kesadaran sejati dengan merubah wajah dunia ini menjadi sekedar mimpi dan bunga tidur, yang kelak Tuhan akan bangunkan kita di Alam “yang sebenarnya” bersama DiriNya.

            Ya Allah…Ya Rahman..Ya Rahim..,peliharalah kami dalam tatapanMu, dan dekatkan kami kepada apa-apa yang Engkau cintai, serta dampingilah kami dengan hikmah-hikmah pengetahuanMu, agar kami menjadi orang-orang yang tersadar sebelum kami terbangun dalam mimpi yang Engkau ciptakan ini…Ya Allah wahai Zat yang Maha Tinggi.

Kolom tafakur: Kedekatan yang Mengasyikan


Kedekatan yang Mengasyikan

Bersama : Tuangku Syaikh Muhammad Ali hanafiah
                                  ( Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia )


            Sesungguhnya kedekatan Allah SWT tidak dapat diukur dengan alat apapun di dunia ini, bahkan kata “ Dekat” itu sendiri tak dapat mengungkap arti kedekatan sebenarnya. DekatNya Allah SWT terhadap hambaNya adalah kedekatan yang tidak berjarak dan tidak berperantara, hingga tiada sesuatu di dunia ini yang menandingi keindahan dari kedekatanNya tersebut.

            Saudaraku, KedekatanNya tak dapat didektesi dengan mata dan akalmu, ia dapat disentuh dengan hati yang “ hidup “ dengan rasa yang asyik bersamaNya. Hanya hati yang asyik adalah hati yang telah menemukan wajah dirinya, yakni melepaskan segala ketergantungan kecuali kepada Allah SWT. Sebab, ketergantungan kepadaNya merupakan sifat dasar yang wajib dimiliki hati hamba.

            Mari selaraskan gerakan  jiwa dan ragamu dengan gerakan hati yang bergantung hanya kepada Allah SWT, agar segala tindakan dan perbuatan kita selalu bersentuhan dengan keridhoanNya. Jadikanlah dirimu menikmati segala permasalahan dengan hati yang asyik bersamaNya. Hati yang telah ”asyik” selalu dapat menerima segala kemungkinan yang terburuk di dunia ini.

            Saudaraku, jadikanlah hatimu bersih dan suci dari segala harapan, kecuali berharap hanya kepada Zat Allah SWT. Seseorang hamba yang telah mengembalikan hatinya hanya berharap dan bergantung kepada Tuhannya, maka sekali lagi dipastikan dia akan menikmati segala hal yang datang, sebab ia telah asyik menyaksikan wajah Allah SWT dibalik setiap yang datang dan yang pergi dari dirinya.

              Saudaraku, sesungguhnya Allah SWT tidak pernah menyembunyikan diriNya daripada kita, DIA setiap saat selalu memberi isyarat akan kehadiranNya dekat dengan diri kita. Namun, lantaran hati kita masih dipenuhi dengan berharap kepada yang lain, hingga  isyaratNya yang begitu jelas dan nyata tidak “terbaca” didepan kita. 

Berdo’alah,” Ya..Allah..,Ya..Rabbi, jadikanlah kami hamba yang selalu bergantung kepadaMu, hingga hati kami asyik dalam kedekatanMu, dan peliharalah hati kami dengan rasa rindu kepadaMu, dan dampingilah setiap niat dan usaha kami dengan berharap dan bercita-cita kepadaMu, serta sadarkanlah kami, bahwasanya Engkaulah satu satunya Zat yang paling dekat, hingga kedekatanMu melebihi dari apa apa yang dirasa oleh hati kami sendiri..Ya Allah…hanya Engkaulah yang mengasyikan hati hambaMu.. 

Kolom Tafakur: Beserta DiriNya


 Beserta diriNya

Bersama : Tuangku Syaikh Muhammad Ali hanafiah
                                  ( Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia )

           
            Bismillahirahmanirahim…, dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang. Kalimat ini sering kita ucapkan, paling tidak sebelum makan dan minum. Terlepas apakah itu sekedar kebiasaan ataupun memang hanya sebagai penambah nikmat untuk makan dan minum, kita adalah makhluk yang selalu lupa untuk menyadari kebersamaan denganNya. Dan kita telah mengetahui, basmalah adalah kalimat yang mesti kita ucapkan dalam setiap tindakan dan perbuatan. Namun hingga hari ini, sejauh mana hati kita menyertakan Allah SWT dalam penyebutan kalimat tersebut ?, apakah hanya sebatas “Garis start” untuk memulai segala tindakan ? atau menjadikan kalimah Basmalah sebagai kalimah “ Sakti “ untuk mendongkrak sugesti dan keyakinan dalam berbuat dan memutuskan ?

            Saudaraku, penyebutan Basmalah merupakan awal bagi diri seorang hamba untuk menyadari, bahwasanya Allah SWT selalu dekat, mengetahui dan memahami apa-apa yang dikerjakannya. Kalimat tersebut adalah sandaran hatinya, untuk menjadikan Tuhannya sebagai pendamping yang paling dekat dalam segala perbuatannya.

            Sertakanlah Allah SWT disetiap gerak gerikmu, dan jadikanlah basmalah sebagai pembuka hatimu akan kenyataan Allah SWT bersamamu. Jika gerak dan perbuatan sangat dekat dengan dirimu, maka kebersamaan Allah SWT pasti amat dekat lagi dengan dirimu. Jadikanlah kebersamaan dengan Allah SWT lebih mendahului segala gerak dan perbuataanmu, niscaya engkau akan diselamatkan Allah SWT dari segala gerak dan perbuatan sesuatu yang akan mencelakaimu.

            Saudaraku, hamba yang mengucapkan Basmalah, adalah hamba yang telah menjadikan Allah SWT tujuan dari segala tujuan, karena kalimah tersebut bukan sekedar mengajarkan hati untuk selalu ingat kepadaNya, melainkan juga untuk mengembalikan kesadaran hati hamba “ darimana ia bermula dan akan kemana ia berakhir”. Dan pastinya, seseorang yang sadar dengan itu, ia akan menjaga sikap dan perbutaannya dalam mencapai segala hal di dunia ini.

            Saudaraku, jadikanlah Basmalah adalah kalimah yang pertama sekali engkau ucapkan sebelum kalimah lain, dan jadikanlah basmalah kalimah yang hidup dalam setiap gerak dan gerikmu dengan merasai Allah SWT amat dekat, melebihi kedekatan perbuatanmu dengan dirimu sendiri.

            Sesungguhnya hamba-hamba yang menjadikan Basmalah sebagai pemicu hatinya untuk merasakan Allah SWT sebagai Zat paling dekat dengan dirinya, maka hamba tersebut telah meletakkan dirinya kedalam tangan Allah SWT, sehingga energy dan kekuatan yang diucapkan dan apa-apa yang diperbuatnya adalah berasal daripada Allah SWT sendiri.

Dan memintalah,” Ya…Allah..Ya Rabbi, jadikanlah diri kami hamba-hamba yang membuat dirimu senang dan ridho kepada kami, dan ajarkan kepada hati kami segala pengetahuan yang membuat kami takjub terhadap diriMu, dan bimbinglah kami kepada gerak dan gerik yang selalu mendahului keinginanMu daripada keinginan hawa nafsu kami, dan bentuklah diri dan jiwa kami dengan tanganMu dan tarbiyahMu, agar kami hidup dalam segala keinginanMU..Ya Allah.

Kolom Tafakur: Memiliki diriNya


 Memiliki diriNya

Bersama : Tuangku Syaikh Muhammad Ali hanafiah
                                  ( Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia )

           
            Manusia terlahir dengan  mempunyai keinginan untuk memiliki, dari yang termudah hingga yang tersulit untuk dijangkau. Keinginan yang tercapai bukannya berhenti, malah menimbulkan berbagai keinginan. Dalam pandangan Allah SWT, hamba yang dipenuhi keinginan-keinginan materi semata, merupakan hamba yang  menjadikan dirinya terlantar ,” miskin,” yang sebenarnya. 

            Saudaraku, Allah SWT tidak pernah melarang untuk berkeinginan dan memiliki sesuatu yang ada di dunia ini, kecuali cara dan sesuatu tersebut berasal dari hal yang haram. Dan tidak satupun dalam sejarah Nabi dan Rasulullah anti terhadap “keinginan” untuk memiliki dunia ini. 

            Namun disayangkan, rasa kepemilikan terhadap dunia ini lebih mendominasi hati kita daripada rasa memiliki Tuhan. Sadar atau disadari, Allah SWT merupakan Zat mutlak yang berhak atas kepemilikan diri kita, sebaliknya diri kita  mesti hidup dalam merasakan memiliki Allah SWT, sebagai satu-satunya Zat Tuhan di jagad raya ini.
            
Saudaraku, hamba yang menghidupkan rasa memiliki Allah SWT, adalah hamba yang paling tenang dan nyaman menikmati kehidupan ini. Tidak satupun ketakutan dan kekuatiran yang tumbuh dalam hatinya, karena segala sesuatu yang datang dan pergi dari dirinya tidak dapat mengalahkan perasaan,” Aku masih memiliki Allah SWT,” untung dan rugi, sakit dan senang tidak mempengaruhi apalagi mengurangi ,”Kekayaan hatinya tersebut,” 

Akuilah, memiliki apapun di dunia ini mesti akan habis dan punah, seberapapun banyaknya yang kita simpan. Hanya satu,” Harta,” yang tak pernah habis dan punah, yakni Allah SWT. Maka segeralah kayakan hatimu dengan rasa yang memiliki Allah SWT. Dan percayalah, tak satupun harta di dunia ini yang membuat dirimu sakit dan kecewa.

Saudaraku, mari tumbuh dan besarkan hati yang merasa memiliki Allah SWT, melebihi dari rasa kepemilikan materi, hingga kelapangan hatimu tak terbatas, membuat wajahmu selalu tersenyum dan tindakanmu selalu bijak di hadapan manusia. Dan sungguh hamba yang paling kaya dihadapan Allah SWT adalah hamba yang hatinya selalu merasa dimiliki dan memiliki Allah SWT. 

Hanya hati yang merasa dimiliki dan memiliki Allah SWT saja yang tak pernah bergeming dengan kerugian dan kesakitan atas kehilangan segala materi di dunia ini. Dan sesungguhnya, sia-sialah rukuk dan sujud si hamba, jika sekedar melahirkan penyembahan semata, tanpa menimbulkan rasa memiliki Tuhan. Padahal tujuan utama dari suatu penyembahan adalah melatih jiwa hidup dengan hati yang selalu dimiliki dan memiliki Tuhan. 

Maka menjadi  suatu prestasi yang patut disyukuri, bila seorang hamba telah mendominasikan rasa memiliki Allah SWT didalam dirinya, dengan melalui itulah ia akan menjadi hamba yang sebenarnya di sisi Allah SWT. 

Berdo’alah,” Ya…Allah…Ya…Rabbi..,jadikanlah kami hamba-hamba yang memiliki hati yang selalu terjaga dalam rasa dimiliki dan memilikiMu, dan peliharalah kami dari rasa kepemilikan terhadap selain dirimu, dan jadikanlah hati kami singgasana rasa,  merasai akan diriMu sajalah milik kami yang sejati...Allah.