Empat Tahap Menuju Allah
Oleh Maulana Syaikh Muhammad Ali Hanafiah (Tuangku Hanafiah)*
(Disampaikan pada Tabligh
Akbar 15 November 2011 di Sukarami, Padang)
Assalamu’alaikum
warahmatullah wabarakatuh
Asyhadu an laa ilaaha illa
Allaah wa Asyhadu anna Muhammadan rasuul
Allah 3X
Segala puji bagi Allah,
yang masih saja melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita, yang tak
jemu-jemunya, yang tak bosan-bosannya melihat perangai kita. Namun, dengan
kasih sayang-Nya, Allah kumpulkan kita di masjid ini. Selawat dan salam atas
junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw. Juga mari kita kirimkan surat
al-Fatihah kepada orang tua kita dan orang-orang yang telah mendahului kita,
Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh seluruh jamaah), serta kepada
guru-guru yang kita cintai, Al-Faatihah (dibacakan Tuangku dan diikuti oleh
seluruh jamaah).
Bapak-Ibu yang Allah
rahmati…
Dalam dunia tariqah itu, ada empat perjalanan yang
umumnya kita lewati. Yang pertama adalah zikir atau ingat. Yang kedua adalah
rasa. Yang ketiga adalah penyaksian. Yang keempat adalah mahabbah atau cinta.
Zikir
Zikir atau ingat. Sebaik-baik zikir adalah zikir yang melahirkan rasa
dekat kepada Allah Swt, bukan zikir yang melahirkan jumlah bilangan.
Sebaik-baik zikir yang kita laksanakan adalah bagaimana zikir itu dapat
melahirkan rasa dekat kepada Allah.
“Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku dan kamu tidak ada perantara. Jikalau
ada perantara, perantara itulah Aku.” (Ilham
Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah, ed)
Allah dengan manusia tiada perantara. Allah lebih dekat daripada kata
yang keluar dari lidah kita. Allah lebih dekat daripada pikiran yang keluar
dari akal kita. Dia lebih dekat daripada rasa yang keluar dari hati kita.
Mengapa kita tidak bisa merasa dekat dengan Allah? Zikir yang melahirkan rasa dekat
kepada Allah, inilah sebaik-baik zikir.
Rasa
Rasa dekat bukan tujuan kita (menuju Allah, pen.). sering bagi kalangan
sufi atau orang-orang tariqah muncul dalam dirinya rasa dekat kepada Allah.
Namun, rasa dekat kepada Allah bukan tujuan kita (para salik, pencari Tuhan,
pen.). Rasa dekat kepada Allah hanya menjadi batu loncatan bagi kita untuk
menyaksikan dari hati kita bahwasanya Allah lebih dekat dariapda nurani kita
sendiri. Rasa dekat hanya sebagai batu loncatan. Jangan kita merasa sudah
sampai sana (kepada Allah), (jangan pula merasa inilah puncak
segala-galanya!!!) Ingat, Allah bukan di dalam rasa, tetapi Allah ada di balik
rasa, di puncak rasa (yaitu, dimana tiada lagi rasa yang dirasakan oleh seorang
hamba kecuali yang ada hanyalah Allah, termasuk tidak merasakan keberadaan
dirinya sendiri, pen.).
Rasa dekat apabila sudah sampai kepada kita, harus diiringi dengan hati
yang suci atau bersih. Apakah hati yang suci itu? Hati yang suci itu bukan saja
bebas dari penyakit hati, dan hati yang kotor bukan hati yang berbintik-bintik.
Hati yang kotor adalah hati yang masih bergantung pada selain kepada Allah.
Itulah hati yang kotor. Percuma kita sekarang ini berzikir, belajar tariqah,
merasa dekat, tetapi masih membiarkan hati kita bergantung kepada selain Allah.
Hati yang hanya bergantung kepada Allah ialah hati yang nol, atau hati
yang kosong. Yang kosong itu akan diisi oleh Allah. Bagaimana kita akan melihat
bulan di tengah hari di saat cahaya matahari masih terik. Bila ingin melihat
bulan yang sempurna maka lihatlah di malam hari (di saat tidak ada cahaya lain
selain cahaya bulan, pen.). Hilangkan segala ketergantungan kita kecuali hanya
kepada Allah. Masalah hati kita akan diisi atau tidak itu urusan Allah. Tugas
kita hanyalah membersihkan hati kita.
Penyaksian
Sesungguhnya, ketika seseorang telah sampai pada maqam pembersihan,
dimana hijabnya sudah terbuka, maka dengan rasa dekat
yang dia miliki akan merasakan betapa nyata Tuhannya, betapa nyata Allah itu,
lebih nyata daripada dirinya sendiri. Allah lebih nyata daripada keberadaan
dirinya sendiri.
Pada saat itu, Allah tetap menjadi Allah sebagai Tuhan, dan kita
tetaplah menjadi hamba, dan tidak akan pernah hamba akan menjadi Tuhan.
Ibarat benda dengan bayangannya. Benda dengan bayangannya mustahil
bercerai, tetapi juga mustahil pula benda dengan banyangannya bersatu. Benda
akan tetaplah menjadi benda dan bayangan tetaplah akan menjadi bayangan.
Begitulah kondisi antara kita dengan Allah. Jangan menjadikan rasa dekat itu
menjadi tujuan. Rasa dekat itu kita jadikan sebagai hewan tunggangan menuju
Allah.
Bapak Ibu yang Allah rahmati.
Mari, kita sepenuhnya bergantung hanya kepada Allah. Lepaskan
ketergantungan kita kepada yang lain. Bagaimana caranya? Caranya adalah
timbulkan kebutuhan kita kepada Allah. Sekarang, mari kita tanya diri kita
masing-masing. Apakah hari ini kita butuh kepada Allah? Butuh Allah hanya di
dalam shalat! Butuh Allah ketika di rumah sakit!
Butuh Allah setelah melihat saudara kita meninggal! Sedangkan para
pecinta Allah, kebutuhannya kepada Allah adalah di setiap saat. Tersandung
kakinya pun ia butuh kepada Allah.
Dan orang yang bisa memiliki rasa butuh dengan Allah hanyalah
orang-orang yang benar-benar tahu betapa banyak nikmat Allah kepada dirinya.
Dia benar-benar tahu bahwa betapa lemahnya dirinya. Namun, orang-orang
yang merasa dia yang kuat, dia yang berjalan, dia yang bergerak, tidak akan memunculkan rasa kebutuhannya
kepada Allah.
Orang yang nol, orang yang kosong, orang yang benar-benar menganggap
dirinya tidak ada daya upaya, ialah yang akan menimbulkan rasa butuh kepada
Allah, yang selanjutnya akan menimbulkan rasa memiliki Allah. Saya sering
menyampaikan bahwasanya negara kita ini adalah negara yang beragama, tapi belum
bertuhan. Negara kita ini adalah negara bertuhan, tapi belum memiliki Tuhan.
Inilah tariqah dan ajaran kita, bagaimana kita menggali agar merasa benar-benar
beragama bertuhan, yakni rasa memiliki Tuhan.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
--------------------------------------------------------------------------
Cinta (tambahan
dari penulis):
Dalam beberapa majelis Tuangku, sering menyampaikan bahwa buah dari
penyaksian akan melahirkan cinta. Semakin sering berjumpa dengan Allah maka
akan melahirkan kerinduan untuk selalu berjumpa dengan-Nya. Rindu itu adalah
tiang dari cinta. Seorang hamba yang telah memiliki rasa cinta, maka seluruh
hidupnya diabdikan dan dipersembahkan kepada Allah sebagai pembuktian cinta
pada-Nya. Sebagaimana Allah ungkapkan kepada HambaNya:
"Wahai
Hamba-Ku: Tiang dari cinta adalah kerinduan, tiang dari kerinduan adalah kedekatan,
tiang dari kedekatan adalah ingat" (Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah)
**
---------------------------------------------------------------------------
* Tuangku Hanafiah adalah Guru Besar Tasawuf Islamic Centre Indonesia (TICI).
** Sastra Ilahi Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali
Hanafiah/(Penceramah bagi Hamba Pencari Tuhan), Editor Dr. Ahmad Rahman, M.Ag., Mizan Media Utama, 2004.
Menyapa Rasa Para Pencari Tuhan Hidangan Nurani Tuangku Syaikh Muhammad
Ali Hanafiah, Editor Dr.
Ahmad Rahman, M.Ag., Rabbani Press, Jakarta, 2011.
Sumber: www. youtube.com Transkriptor: Zubair Ahmad.